LATIHAN ROHANI ST. IGNASIUS LOYOLA

Latihan Rohani Ignasius yang ditulis berdasarkan pada pengalaman real dan tidak terbantahkan  merupakan buku panduan untuk mengadakan retret. Oleh karenanya, Latihan Rohani bukanlah buku untuk menemukan inspirasi. Buku ini kaku dan lebih merupakan buku manual bagaimana melakukan latihan-latihan untuk meditasi, kontemplasi, membebaskan diri dari kelekatan-kelekatan tak teratur, dan untuk mendengarkan suara Allah . Mengenai buku ini, Paus Pius XI dalam Ensiklik “Mens Nostra” menyatakan, 
 
“Dalam buku kecil ini yang disusunnya sewaktu dia belum terpelajar (awam) dan dia beri judul Latihan Rohani, Ignasius adalah orang pertama yang menapak jalan rohani menurut buku tersebut. Dialah orang pertama yang mengajarkan cara retret yang sesuai dan mengagumkan, untuk menolong umat beriman bagaimana meninggalkan dosa dan membangun hidup mereka menurut teladan Yesus Kristus. Kekuatan metode Ignasian, sebagaimana ditegaskan oleh Paus Leo XIII, telah terbuktikan oleh  pengalaman tiga abad dan oleh kesaksian semua orang yang selama waktu itu telah unggul dalam ilmu askesis dan kesucian hidup”(LR 7).
 
Latihan Rohani terutama terdiri atas suatu seri kegiatan religius-rohani di bawah bimbingan seorang pembimbing yang berpengalaman. Untuk mengalami latihan-latihan rohani penuh diperlukan waktu kurang lebih tiga puluh hari. Ignasius memberi kemungkinan untuk menyesuaikan pengalaman Latihan Rohani dengan kebutuhan-kebutuhan serta bakat-bakat dan kemampuan orang yang menjalani Latihan Rohani (LR 18, 19, 20). Tetapi cara Latihan Rohani yang asli ialah retret tiga puluh hari secara terbimbing pribadi, dalam suasana hening dan lewat perjalanan doa dan laku tapa (LR 17). Akan tetapi, bagi mereka yang tidak mempunyai banyak waktu, Latihan Rohani dapat dilakukan dengan meluangkan waktu 1,5 jam tiap hari untuk berdoa (LR 19). 
 
Bagi Ignasius, Allah dialaminya sebagai guru yang mengajar seluruh hidupnya. Oleh karenanya, setiap orang dapat mengalami Allah secara langsung. Jika Allah sudi menyapa dan berbicara langsung dengan pendosa seperti dirinya, Allah akan menyapa dan berbicara juga kepada setiap orang yang meluangkan waktunya untuk hening dan berdoa seperti apa yang dibuatnya di Loyola dan Manresa. Selama tiga puluh hari dalam retret, Allah, Sang Guru ilahi itu sendirilah yang mencari dan menemukan retretan dan bukan sebaliknya . Dengan Latihan Rohani, Ignasius berharap dapat membantu setiap orang untuk mengalami Allah secara langsung dan dengan demikian dapat menemukan apa yang menjadi kehendak Allah atas hidup mereka masing-masing. Ignasius yakin bahwa kehendak Allah dapat ditemukan dalam setiap kerinduan otentik yang terdalam . Daphne Stockman menulis,
 
Spiritual Exercises consist of every way of preparing and disponing the soul to rid itself of all disorderly attachment and, after their removal, of seeking and finding the will of God in the disposition of our life. Why? In order to be united with God now and forever in eternal happiness” .
 
Latihan Rohani dibagi menjadi empat bagian dan disebut dengan empat Minggu . Sebelum masuk ke dalam empat Minggu, Ignasius memberikan beberapa catatan yang berguna bagi pendamping yang disebut annotasi. Mengenai lama dan waktu masing-masing Minggu, dalam pikiran dan maksud Ignasius, tidaklah berarti bahwa masing-masing Minggu terdiri dari tujuh hari. Pembagian empat Minggu hanyalah untuk menunjukkan bahwa Latihan Rohani terdiri dari empat bagian atau langkah besar, sesuai dengan dinamika sejarah keselamatan. Jadi mengenai lamanya latihan untuk masing-masing Minggu tergantung sekali pada proses perjalanan orang yang mengadakan Latihan Rohani. Ignasius berpikir bahwa Latihan Rohani hanya diberikan kepada mereka yang akan terbantu dalam hidup rohaninya dan tidak lebih dari itu. Oleh karenanya, untuk beberapa orang, permenungan Minggu Pertama sudah cukup baginya. 
 
A. Annotasi-annotasi  
Latihan Rohani dimulai dengan annotasi yaitu keterangan introduksi bagi pembimbing. Annotasi (LR 1 – LR 22) berfungsi sebagai pemandu praktis bagi pembimbing dalam memberikan Latihan Rohani. Beberapa annotasi merupakan pengalaman Inigo di Loyola dan Manresa serta hasil pembelajarannya dalam membimbing orang lain. Beberapa annotasi membungkus sejumlah karakteristik Spiritualitas Ignasian. 
 
Annotasi 2 (LR 2) menganjurkan pembimbing supaya membantu retretan lebih mendapatkan pengalaman daripada informasi, “karena bukan berlimpahnya pengetahuan, melainkan merasakan dan mencecap dalam-dalam kebenarannya itulah yang memperkenyang dan memuaskan jiwa.” Latihan Rohani diharapkan dapat menyentuh seluruh diri orang bukan hanya intelek tapi juga imajinasi, afeksi dan kehendak. Supaya dengan demikian, kehadiran Allah dinikmati oleh seluruh indra. Seperti yang diungkapkan Modras bahwa,
 
“We are not angels. Ignasian spirituality is decidedly incarnational in its engagement not of disembodied spirits but flesh-and-blood human beings” .
 
Annotasi 15 (LR 15) menginstruksikan pembimbing untuk tidak mempengaruhi retretan. Misalnya, mempersuasi retretan untuk bergabung dalam suatu hidup religius tertentu, membujang, atau tidak untuk keduanya. Pengalaman personal Ignasius menunjukkan bahwa Allah sendirilah yang langsung bertindak atas dirinya. Pengalaman itulah yang mendorong Ignasius menghargai pengalaman iman masing-masing orang. Maka, 
 
“Pembimbing latihan jangan condong atau menyatakan kecenderungannya ke arah ini atau itu; tetapi hendaknya dengan tetap tinggal di tengah bagai jarum neraca, mempersilakan Pencipta langsung bertindak pada makhlukNya, dan makhluk langsung pada Pencipta dan Tuhannya.” (LR 15)
 
Annotasi 18a (LR 18a) menginstruksikan bahwa “Latihan Rohani harus disesuaikan dengan keadaan mereka yang berkehendak melakukannya, yaitu umur, pendidikan dan bakat-kemampuan mereka.” Annotasi ini menegaskan bahwa Latihan Rohani mesti diadaptasikan sesuai dengan orang yang menjalaninya. The exercises are not “one size all.” Di sinilah letak perlunya cura personalis pembimbing terhadap yang dibimbingnya.
 
B. Minggu Pertama
Asas dan Dasar mengawali permenungan-permenungan Minggu Pertama Latihan Rohani. Asas dan Dasar merupakan latihan pendahuluan untuk memperoleh kesadaran tentang hidup di hadapan Allah dan bersama Allah. Latihan yang dipakai di sini ialah mengadakan suatu konsiderasi atau pertimbangan dengan merasakan dinamika penciptaan Allah, tujuan perjalanan hidup manusia menurut maksud dan tujuan penciptaan Allah serta hubungan antara tujuan hidup dan sarana-sarana untuk mengabdi, memuji, dan memuliakan Allah. Dari situ orang diajak melihat bahwa semua ciptaan lain merupakan sarana yang dapat dipakai sejauh membantu manusia untuk mencapai tujuan hidup menurut rencana Allah. Oleh karena itu, orang perlu sampai kepada keyakinan bahwa dirinya harus bersikap lepas bebas terhadap semua sarana hidup. Gerak hati dan kehendak bebas manusia tidak lebih condong ke sarana yang satu daripada ke sarana yang lain. Keadaan seperti itulah yang merupakan titik pangkal untuk memilih yang lebih membawa ke tujuan orang diciptakan (LR 18).
 
Minggu Pertama berisi meditasi-meditasi tentang dosa (LR 45-72), pemeriksaan hati umum (LR 24-43) dan khusus, serta pengakuan dosa umum (LR 44). Dosa adalah deformatio hidup melawan maksud penciptaan untuk memuliakan Allah .
 
Ignasius mengungkapkan bahwa tujuan Latihan Rohani adalah membantu retretan membawa ke dalam hidup mereka dan mengatasi berbagai macam rintangan untuk perkembangan rohani. Secara khusus, hal ini merupakan objek dari Minggu Pertama yaitu menjadikan bebas dari rasa lekat tak teratur sehingga dapat memberikan diri lebih murah hati dalam pelayanan. Sekalipun fokus Latihan Rohani secara ekstensif adalah dosa, akan tetapi cinta menjadi tema yang digarisbawahi. Retretan diajak belajar mencintai melalui pemberian diri yang murah hati. Minggu Pertama Latihan Rohani membantu retretan untuk mengalami sejarah nyata hidupnya bersama dengan pengalaman akan Allah yang Mahakasih .
 
Sekalipun Ignasius mengajak retretan untuk “membangkitkan rasa aib karena dosa-dosaku yang sedemikian banyak,” point Minggu Pertama bukanlah melihat diri sendiri dan berkubang dalam rasa malu dan bersalah. Poinnya adalah melihat Allah dan menyadari bahwa Allah senantiasa mencintai dan menganugerahiku sekalipun aku penuh dengan dosa dan kejahatan .
 
Minggu Pertama memuncak dengan penyesalan dan pertobatan hati. Seperti halnya Inigo yang mengubah orientasi hidupnya, demikian pula retretan diundang melakukan hal yang sama. Retretan diundang untuk mengarahkan orientasi hidupnya bukan lagi untuk diri sendiri tapi untuk Allah . Relasi Inigo yang semakin dekat dengan Kristus telah mengubah orientasi hidupnya. Relasi menentukan orientasi. Maka, di hadapan Kristus yang tersalib, retretan diajak memandang dirinya sendiri dan bertanya: “Apa yang telah kuperbuat bagi Kristus? Apa yang sedang kuperbuat bagi Kristus? Apa yang harus kuperbuat bagi Kristus?” (LR 53). Pertobatan tidak lain dipahami sebagai pembalikan diri kepada Allah seperti diungkapkan Fleming bahwa, 
 
“In both the Hebrew and in the Greek languages, the idea of conversion was captured in the simple notion of a “turning” – the secular word turning applied in a faith or religion context came to mean a turning from evil or less good and a turning to God or a greater good. To have a conversion is also commonly described as having a change of mind or a change of heart”  .
 
C. Minggu Kedua
Panggilan Raja membuka bahan-bahan meditasi Minggu Kedua Latihan Rohani. Meditasi ini memainkan peranan sebagai Asas dan Dasar semua kontemplasi hidup Kristus Tuhan. Dalam Minggu Pertama, retretan berdialog di hadapan salib (LR 53) dan dalam Minggu Kedua dialog dilaksanakan di hadapan Sang Raja Abadi (LR 96-98). Jawaban positif terhadap Panggilan Raja Abadi merupakan perpanjangan atas pertanyaan permenungan di dalam dialog di hadapan salib “Apa yang harus kuperbuat bagi Kristus?” (LR 53). Panggilan Raja menjembatani Minggu Pertama dengan Minggu Kedua. Jalan untuk mengikuti Sang Raja Abadi telah terbuka dan retretan berkesungguhan memenuhi apa yang dijanjikannya di dalam doa persembahan (LR 98) .
 
Minggu Kedua menghadirkan jalan terang. Artinya, dalam minggu ini retretan memohon keutamaan-keutamaan untuk meneladan Kristus Tuhan. Retretan mengkontemplasikan misteri-misteri Kristus mulai dari penjelmaan hingga naik ke Yerusalem. Dua hari berturut-turut setelah meditasi Panggilan Raja disajikan bahan kontemplasi penjelmaan, kelahiran, dan hidup Kristus (LR 101-134). Bisa dikatakan bahwa  misteri-misteri hidup Kristus merupakan bahan doa khas Minggu Kedua. Pengenalan mendalam akan Allah menjadi permohonan utama dan mengarahkan retretan dalam kontemplasi-kontemplasinya. Satu-satunya sasaran dari seluruh kontemplasi tersebut adalah Kristus sendiri. Retretan ingin mengenal Yesus secara mendalam supaya lebih mencintai dan mengikutiNya (LR 104) . Dengan demikian, mereka dapat lebih baik mengenal apa artinya berbagi cara hidup Yesus . 
 
Minggu Kedua, tetapi juga seluruh Latihan Rohani, memuncak dalam pertimbangan membuat “pilihan yang baik.” Ignasius menginstruksikan bahwa “dalam semua pemilihan yang baik, sejauh itu terserah pada kita, mata tujuan kita harus murni, semata-mata hanya memandang untuk apa aku diciptakan, yaitu untuk memuji Allah Tuhan kita dan untuk menyelamatkan jiwaku. Oleh karenanya, bagaimanapun juga, pilihanku haruslah dimaksudkan untuk menolong aku menuju kepada tujuan aku diciptakan.” (LR 169a). Di dalam pemilihan yang baik dituntut sikap lepas bebas untuk “mempergunakan sejauh itu menolong” dan “melepaskan sejauh itu merintangi” mencapai tujuan aku diciptakan.
 
Bagi orang yang ada di persimpangan, seperti Inigo di Loyola, pemilihan tertuju pada status hidup seperti menikah, membujang, atau masuk ke salah satu hidup religius. Akan tetapi, bagi orang yang sudah jelas status hidupnya, pemilihan tertuju pada bagaimana dia dapat menjadi orang kristiani yang lebih baik .
 
Ignasius mengharapkan bahwa keputusan yang dibuat oleh setiap retretan merupakan kehendak Allah yang ditemukan atas dirinya. Kehendak Allah ditemukan dengan cara mencermati apa yang menjadi kerinduan otentik dari dalam hidupnya dan membeda-bedakan gerakan roh di dalamnya. Dalam pedoman Pembedaan Roh, Ignasius mengidentifikasi bahwa kehendak Allah senantiasa membawa “genuine happiness and spiritual joy” berlawanan dengan musuh yang membawa “sadness and turmoil” (LR 329). Apa pun yang melemahkan, membuat kacau, dan mengganggu jiwa yang tenang datang dari roh jahat. Sedangkan apa pun yang membawa kebahagiaan dan konsolasi rohani, lebih-lebih jika itu tanpa sebab, datangnya dari Allah .
 
D. Minggu Ketiga & Keempat
Kontemplasi-kontemplasi Minggu Ketiga dan Keempat ditandai oleh cirinya yang khas yaitu jalan rohani kesatuan dan kesempurnaan. Latihan Rohani diarahkan untuk membangun kesatuan mendalam dan sehari-hari dengan Allah lewat misteri Paskah. Selama Minggu Ketiga, retretan disatukan dengan Kristus dalam penderitaan dan selama Minggu Keempat disatukan dengan Kristus dalam suka cita.
 
Minggu Ketiga dan Keempat dimaknai sebagai konfirmasi atau peneguhan atas keputusan yang telah diambil retretan. Di dalam Minggu Ketiga, retretan mengkontemplasikan hari-hari terakhir hidup Yesus. Diharapkan retretan semakin dapat mengidentifikasi Yesus yang bersengsara dan akhirnya mati di salib. Ignasius mengajak retretan mengalami detik-detik akhir hidup Yesus; perasaan Yesus ketika masuk Yerusalem, penderitaan batinNya di taman, menit-menit kesengsaraanNya, dan kematianNya di kayu salib. Sentuhan afektif dari kontemplasi derita dan kematian menjadi kunci yang memperkuat ketetapan hati untuk semakin berani mengidentifikasi diri dengan Yesus yang menderita dan akhirnya mati di salib . Oleh karenanya, Ignasius menganjurkan retretan 
 
untuk tidak menimbulkan gagasan-gagasan yang menggembirakan, meski baik dan suci sekalipun, seperti kebangkitan dan kemuliaan, tetapi sebaliknya mendorong diriku sendiri ke arah kesusahan, sengsara dan kehancuran hati, dengan berulang kali mengingat-ingat susah payah, keletihan dan kesakitan yang diderita Kristus Tuhan kita semenjak saat kelahiranNya sampai pada misteri sengsara yang kukontemplasikan.”( LR 206b)
 
Dalam Minggu Keempat, di mana retretan mengidentifikasi diri dengan kegembiraan Paskah Kristus, Ignasius mengajak mereka merefleksikan bermacam-macam kisah kebangkitan dan menginstruksikan mereka untuk “menimbulkan dalam ingatan kontemplasi yang akan dilakukan, mencari rasa cinta dan sukacita atas besarnya kegembiraan dan sukacita Kristus Tuhan kita.” (LR 228a). Ignasius juga menganjurkan retretan untuk “menimbulkan dalam ingatan dan memikir-mikirkan hal-hal yang dapat merangsang rasa senang, sukacita dan gembira rohani, misalnya kemuliaan surgawi.” (LR 228b). Sejauh dianggap dan dirasa dapat menolong jiwa ikut serta bergembira dengan Pencipta dan Penebusnya, Ignasius menyarankan retretan untuk “menikmati terang dan kenyamanan cuaca, seperti misalnya sejuknya musim menurut musimnya, panas matahari dan hangatnya musim dingin.” (LR 228c). Segala bentuk laku tapa diganti dengan perhatian istimewa kepada keugaharian dan ukuran tengah dalam segala hal. (LR 228d).
 
Kontemplasi untuk Mendapatkan Cinta merupakan sajian klimaks dan kesimpulan Minggu Keempat. Kontemplasi ini sering dipandang sebagai “Minggu Kelima.” Hal ini dapat dipahami mengingat dalam kontemplasi tersebut pokok pertama merupakan rangkuman otentik Latihan Rohani. Ketiga pokok lainnya merupakan pengantar untuk masuk ke dalam hidup mistik sehari-hari. Pokok inilah yang menegaskan bahwa Latihan Rohani tidak berakhir pada Kontemplasi untuk Mendapatkan Cinta melainkan mesti diteruskan dan diperdalam dalam hidup keseharian. Kontemplasi untuk Mendapatkan Cinta adalah latihan tetap sebagai cara hidup, cara berada, dan cara berdoa. Pendeknya, Kontemplasi untuk Mendapatkan Cinta adalah transisi nyata dan rohani di akhir proses Latihan Rohani sebulan menuju hidup keseharian. Retretan mesti menyadari bahwa Allah terus bekerja dan aktif. Dengan demikian, ia ambil bagian di dalamnya secara nyata . Oleh karenanya, “It is not easy to say where the Spiritual Exercises actually have their ending,” tulis William Peters .
 
Kontemplasi dibuka dengan ungkapan, “cinta harus lebih diwujudkan dalam perbuatan daripada diungkapkan dalam kata-kata.” (LR 230). Selanjutnya “cinta terwujud dalam saling memberi dari kedua belah pihak, artinya: yang mencintai memberi dan menyerahkan kepada yang dicintai apa yang dimiliki, atau sebagian dari milik atau yang dapat diberikan, begitu pula sebaliknya, yang dicintai kepada yang mencintai. Jadi, bila yang satu punya ilmu, dia memberi ilmu itu kepada lainnya yang tak punya, begitu juga mengenai kehormatan atau kekayaan. Demikian pula sebaliknya, yang lain itu terhadap dia.” (LR 231).
 
Ungkapan ini menunjukkan bahwa bagi Ignasius cinta lebih sebagai tindakan melayani dan memberi bahkan ketika merasa sangat tidak menyukainya. Cinta macam ini adalah cinta yang muncul sebagai buah dari ungkapan syukur . Kontemplasi untuk Mendapatkan Cinta membantu retretan belajar mencintai sebagaimana Allah mencintai . Oleh karenanya, Ignasius mengharuskan retretan merefleksikan seluruh yang telah mereka terima, tidak hanya seluruh adanya dan apa yang mereka miliki tapi juga diri Allah sendiri. Sebagai ungkapan syukur atas rahmat Allah itu, Ignasius mengharuskan mereka untuk menanggapinya dengan pemberian diri sendiri seperti terungkap dalam doanya, “Suscipe:”
 
“Ambillah, Tuhan, dan terimalah seluruh kemerdekaanku, ingatanku, pikiranku dan segenap kehendakku, segala kepunyaan dan milikku. Engkaulah yang memberikan, padaMu Tuhan kukembalikan. Semuanya milikMu, pergunakan sekehendakMu. Berilah aku cinta dan rahmatMu, cukup itu bagiku.” (LR 234)
 
Latihan Rohani berakhir dan retretan kembali ke rutinitas harian dipenuhi dengan perasaan divine immanence. Dalam hidup keseharian itulah, mereka dapat menimbulkan dan merasakan kembali pengalaman kesatuan dan kemesraan mereka dengan Allah yang telah mengangkat dan menopang dalam segala macam kekacauan kerja dan kedangkalan hidup. Dalam bot repot dan kancah hidup harian itulah, mereka diajak menemukan Allah yang senantiasa bertindak dalam hidup mereka sebagaimana Modras menulis:
 
“Here is the basis for finding God not only in all things but also in the flurry of everyday life. Nothing human is merely human. No common labor is merely common. Classroom, hospitals, and artist’s studios are sacred spaces. No secular pursuit of science is merely secular. The hand of the creator can be detected by looking at galaxies through telescopes or examining cellular life in laboratories. Retreatants return to their supposedly dull, humdrum lives with a new vision and appreciation of God’s operative presence. Like Ignasius after his experience at the Cardoner River, we see things differently” .
 
 
E. Tuntunan Jurnaling:
1. Perasaan dominan dan inspirasi apa yang muncul ketika aku membaca tulisan di atas? Mengapa?
2. Kemanakah hatiku digerakkan untuk berbuat sesuatu setelah membaca tulisan tersebut?
 
 
 
 
 
 
“God never takes a day off 
to love, to care, to quide and 
to bless you every moment of your life”
 
Share :